Bukan Primadona, bukan Porsh,
Bukan Profesor, bukan Tan Sri, atau wang berjuta,
Bukan, bukan yang sebegitu,
Aku tidak sekecil itu.
Yang kuimpikan makhraja,
Pada igauan yang menghantuiku tiap malam,
Saudaraku di situ, nyenyakkah mereka?
Atau sadaraku di sebelah rumah,
Yang saban hari berfikir,
Dari getar suara anak di ICU,
Kepada getar tangan sang nelayan pinggir,
Menebar pukat pada saki baki lautan,
Apa ada harapan pada nusa ini?
Atau terus menjadi mangsa bahaman
Ketidakpedulian, Ketamakan, Kejahilan, Kegelojohan,
Dan arus Zionosma dan Waternisasi,
Sekuat arus sekularisasi, wahanisasi dan liberalisasi
Yang membaham benam umatku,
Bukan aku mahu bermimpi, tentang dunia yang seluruhnya
hijau,
Dengan derai tawa anak-anak dari pagi ke malam,
Anak yang berwarna hitam, putih, kuning dan coklat,
Tiada kesakitan, kemiskinan, kelaparan dan tiada kebodohan,
Aku tidak perlu yang itu,
Itu syurga sudah menantiku.
Aku mahu bermimpi,
Dalam derik pekik lolongan umat,
Aku mampu menghulur tangan,
Bukan satu, namun seribu tangan-tangan menghulur,
Tangan-tangan anak muda, yang kukuh dan perkasa,
Seperti bangunan yang tersusun kukuh,
Seperti kuda-kuda kencang di padang qital,
Anak-anak muda itu berdiri,
Gagah penuh hidayah,
Pedangnya selautan ilmu,
Dari Andalusia, Baghdad atau ke Aztec, Maya dan Inca,
Perisainya, hanya sanya ketaqwaan,
Disaduri kesederhanaan, diatah keikhlasan, disulami
kezuhudan,
Derap langkahnya jihad,
Nafasnya hikmah, pandangannya keadilan, lisannya kebenaran,
Aku hanya bermimpi,
Walau aku sedar mimpi sang pemuda mungkin berlainan,
Mimpi mereka tentang kereta cantik,
Yang mereka katakan padaku...
Abang, itu kuda segak untuk padang qital,
Mimpi mereka sang bidadari,
Yang mereka gambarkan pada aku,
Abg, itu mujahidah di medan dakwah,
Mimpi mereka istana kayangan,
Yang mereka ceritakan pada aku...
Abang, itu kubu para mujahid dan sekolah para ilmuan,
Mimpi mereka beralun tangan memekik perjuangan,
Abang bersuara seperti datuk yang nyanyuk... kata mereka
padaku,
Biarkan kami menarikan pedang menggetar musuh,
Biarkan kami setiap seorang menjadi panglima-panglima
agung...
Dengan kubu-kubu yang kami bina sendiri dari Masyriq ke
Maghrib,
Bagaimana bahasa lagi harus kusampaikan pada adikku ini,
Bermimpilah adikku, jangan berkhayalan,
Umat tidak berubah dengan Profesor kamu atau wang berjuta,
Hati ini tidak kan tertahan di Padang Qital,
sang bidadari memanggil sang abang
dan BARAH itu tidakkan tawar hanya dengan kamu berseorangan,
mengetuk-ngetuk rostrum meretorikkan perjuangan,
Aku bermimpi adikku,
Tangan-tangan pemuda yang kukuh itu,
Sedang menanam dalam, cerucuk tiang seri keimanan umat,
Sambil menyusun batu-batu ketamadunan, satu demi satu,
Melalui lisan kesedaran, para keilmuan,
Menyulam atap rumbia ketaqwaan umat,
Menutup kejahilan, kegelisahan, ketamakan dan kebobrokan,
Tersusun, penuh berseni dan tidak tampak mereka keletihan,
Yakinlah adikku,
Musuh itu tidak langsung gentar pada bilanganmu,
Atau keras gamat pekikmu,
Atau Angkasawan.com yang kamu miliki,
Yakinlah adikku, teratak yang kita bina ini,
Bukan hanya untuk hari ini,
Juga untuk mereka di masa-masa hadapan,
Aku belum bermimpi tentang Mahdi, atau Isa anak Maryam a.s.
Bukan juga bermimpi tentera, menggempur Yakjuz dan Makjuz,
Membenamkan sang Dajjal dari kedurjanaan,
Tetapi izinkan aku, dan tidak salah aku bermimpi,
Dari redup bayang, keringat islah dan dakwah ini,
Yang membasah bening anak-anak muda ini,
Kalau tidak pun lahir dari tangan ini,
Namun biarlah ia bersusur galur dari tangan dan lisan ini,
Sekumpulan pemuda yang muncul entah dari mana,
Memegang bendera-bendera hitam,
Menjulang ketinggian agama... setinggi-tingginya,
Aku sekadar mahu bermimpi,
Ya Rabbul Jalla Jallalah,
Menggantikan igauan yang mengganggu,
Saban siang dan malam,
Setidak-tidaknya,
Bisa ku turap lubang-lubang kejahilan,
Bisa ku rawat sakit bisa kemiskinan, kemelaratan,
Bisa ku mampu berkubu pada asakan korupsi dan kebinatangan,
ketamakan,
Sedang aku merindui,
Bahawa kekasihMU Muhammad (SAW) hadir dalam mimpi ini,
Sehingga aku tidak perlu bermimpi lagi,
Namun izinkan aku bermimpi Ar Rahman,
Bahawa lahirlah pemuda-pemuda ini,
Menjulang API kebangkitan umat,
Menyambung risalahMu Ya Mustafa,
Selepas berlalu mereka sebelum kami,
Omar Al-Khattab, Al-Syafiee, Al-Ghazali, Salahuddin Al
Ayubi, Abduh,
Muhammad Ibn Wahab, Hassan Al-Banna, Shariati, Allama Iqbal,
Buya Hamka, Syeikh Yassin....
Dan mereka-mereka di kalangan yang terpilih di jalanmu,
Ku redupkan mataku Ya Rahim,
Agar mimpi itu bisa hadir,
Agar dapat ku tempa
Zama'shari
Abu Saif Al Mahshari
(Ramadahan-Syawal 1428H)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan